Selasa, 06 Juli 2010



Oleh Nia Restanjung
Mantan Wakil Ketua Umum Forum Studi Pengembanan Islam
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unila

(tulisan ini pernah dimuat di SKH Radar Lampung pada tanggal 19 Oktober 2007)


Kemarin (17 Oktober ) diperingati sebagai hari kemiskinan sedunia. Ketika pertama kali melihat berita tentang kunjungan SBY dalam rangka memperingati hari kemiskinan sedunia. Kedengerannya aneh, kemiskinan kok diperingati tapi memang itulah adanya. Saya jadi teringat kembali, bulan Sepetember lalu media lampung memberitakan bahwa Lampung masuk sebagai daerah termiskin kedua di Sumatra setelah Nangroe Aceh Darussalam, dan masuk pada peringkat ke delapan ditingkat nasional. Menyedihkan. Selama ini bila kita sering memperhatikan keadaan Lampung saat ini, banyak ditemukannya balita pengidap gizi buruk, anak jalanan dan gelandangan yang keliatannya makin merajalela dan bertebaran di ruas-ruas jalan lampu merah bahkan sampai ke perumahan.Serta tindak kriminalitas yang juga makin meningkat


Kemiskinan jelas bukan kata yang asing lagi ditelinga kita. Kemiskinan memang sudah ada sejak jaman dahulu kala dan mungkin kemiskinan memang tidak akan hilang sampai kiamat sekalipun karena ketika istilah ”miskin” tidak ada maka istilah ”kaya” pun tidak akan ada karena tidak ada istilah yang bisa digunakan sebagai pembanding. Bukankah segala sesuatu di dunia ini diciptakan saling berpasangan, ada siang ada malam, ada kaya maka ada miskin. Meskipun begitu tidak serta merta menganggap kemiskinan sebagai suatu kewajaran yang pasti ada sampai kapan pun sehingga kita merasa sama sekali tidak tergerak untuk memikirkan atau bertindak dalam rangka menurunkan tingkat kemiskinan di negara kita terutama di Lampung ini.
Adakah hubungan antara kemiskinan dengan minimnya kesehatan masyarakat, serta tindak kriminalitas yang makin meningkat ? kalau saya boleh menjawab, ”tentu ada kaitannya”. Karena miskin, seseorang tidak bisa memenuhi kebutuhan pangannya sehingga asupan gizi bagi tubuhnya tidak terpenuhi secara baik. Bahkan sampai muncul pernyataan bahwa ”orang miskin dilarang sakit” karena biaya berobat pun mahal. Kalaupun selama ini ada fasilitas kartu Gaskin (Keluarga miskin) prosedurnya terkadang terlalu rumit (atau mungkin memang sengaja dibuat rumit?). Sampai ada balita pengidap gizi buruk yang orang tuanya merasa khawatir membawa anaknya ke rumah sakit karena takut tidak dilayani karena berstatus ”miskin”. Karena miskin, seseorang mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ditambah lagi lapangan pekerjaan yang tidak seimbang dengan jumlah sehingga dengan alasan ”miskin” mereka melakukan tindakan kriminal untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu dampak lagi yang jelas-jelas ditimbulkan oleh kemiskinan adalah kebodohan. Kerena miskin, seseorang mengalami kesulitan untuk mengenyam pendidikan, walaupun saat ini sudah ada program sekolah gratis melalui fasilitas BOS dan sejenisnya tetapi masih saja ada beberapa sekolah yang tetap memungut biaya ini dan itu. Ditambah lagi Universitas Lampung sebagai lembaga perguruan tinggi negri di Lampung yang mencanangkan akan merubah statusnya menjadi Badan Hukum Perguruan Tinggi (BHPT). Kalau sudah seperti ini maka Universitas Lampung akan berstatus otonom sehingga pembiayaan kegiatan belajar mengajar (dan kegiatan lainnya) akan di tanggung oleh pihak universitas kalaupun mendapat bantuan dari pemerintah atau badan lain (swasta/ negeri) sifatnya melalui kompetisi atau tender proyek. Ini berarti Unila tidak hanya memikirkan sistem pendidikan tetapi juga harus putar otak bagaimana bisa mendapatkan dana untuk membiayai semua kegiatannya. Kalau seperti ini, sudah dapat dipastikan mahasiswa pun akan terkena dampaknya, SPP akan naik bahkan mungkin akan lebih mahal dari perguruan tinggi swasta yang lain padahal banyak masyarakat yang menggantungkan harapannya pada Unila agar bisa tetap mengenyam pendidikan di perguruan tinggi dengan biaya murah.

0 komentar: